Mencatat Perjalanan


Mencatat Perjalanan

Telah kita catat setiap perpindahan yang diriwayatkan angka-angka pada lembar-lembar almanak. Mengingkari ketergesaan menyelesaikan jalan cerita dari detik menuju detak paling mendebar. Pada jam dinding itu.

Sudah beberapa persinggahan kita ingat, dari jejak-jejak mencuat, menekan tanah-tanah basah selepas hujan. Sambil menyenandungkan jerit-jerit tertahan tanpa nada, kita sibuk membilang jumlah sepakat. Antara takdir dengan tafsir
di benak kita.

Tak perlu kita berebut bekal, sebab kita selalu kenyang mengucap doa-doa sakral.
Maka sebaiknya perjalanan ini tak kita hentikan begitu saja.
Kita akan terus melaju sampai babak final.
Meski kadang takdir juga waktu, memaksa kita mundur dahulu.

Batang, 1 Juni 2012

Inilah puisi yang coba saya tuliskan di hari ulang tahun saya ke-20 ini. Hmm, udah tua, ya.
Namun kembali lagi, hidup adalah sebuah perjalanan. Ingin atau tidak ingin kita catat. Semuanya telah menjadi cerita yang akan dibaca bersama-sama. Di akhirat nanti.
Menjadi saksi. :)

posted under | 0 Comments

Deras Hujan Ini


deras hujan ini mengambil alih tempat peluh kita
hingga kita tak perlu lagi mengingat, sedetik lalu kipaskipas masih setia dihidupkan
memanggili angin

deras hujan ini telah merapatkan jendela
tempias
membuat kita lekas
berlari menuju kamar yang lapang
sambil berharap suhu segera karib pada ruang
maka kita berdiam. Mengeja tanda, kapan hujan menggerimis?

Deras hujan ini, tibatiba ingin kutempatkan
ke dalam almari
ya, sebab aku selalu ingin memanggil hujan, mengajak tetabuhan
kala sepi

batang. 25.5.2012

posted under | 1 Comments

Di Antara Pijar Lampu Kutemui Kenang


1/
hanya pada kedua bola matamu, laut membadai lantas tenang, menyebarlah hawa dingin meremas tulang

ujung kukumu berkilat cahaya, serupa kunang yang nyala tanpa bayang dalam gelap menyergap
seperti kolong ranjang tanpa lampu
hitam hadir tiap waktu

2/

duhai temaram kian mencederai bohlam, memainkan warnawarna kuning. Sementara tang-ting gelas makin bebas membawa nyala ke batas hari di batas hati

apakah kau membisikkan senja?
Ketika pijar lampu benarbenar liar, melukai dada kita. Semakin dalam masa meruncingkan kenang.
Pijar lampu membawa bayangmu.


batang, 23 mei 2012

posted under | 0 Comments

Bukan Puisi

oleh: kurnia hidayati


aku tak mau menyebut kata ini puisi, ketika baris hujan benarbenar rapat menghalangi laju jalanmu. Mengantar debar, menjelma pagarpagar cadas. Mencegahmu dari kesunyian keras.
Ya, ini bukanlah puisi.

Barangkali, aku perlu mengkalkulasi setiap titik yang kemudian dengan cantik merupa pertemuan tinta dengan kertas, menjadi peristiwa tanpa batas
garis ke garis, lembar ke lembar sampai habis berbukubuku, setebal yang kau mau.
Lantas aku mau kau simpan semua ini dalam saku bajumu.

Simpan sajalah, ini bukan puisi.

Batang, 21.5.2012

posted under | 0 Comments

semusim teh, dering bel, dan hujan

: sobat SMA-ku

denting gelas membawa kita mengingat memori paling jelas
ketika pagipagi kita samasama terlambat, namun sengaja mengulur masa
untuk sejenak menyaksikan kepulan asap dari gelas teh habis mendidih airnya

:di kantin sekolah


dering bel, mungkin telah bosan menjadi penggoda
bagi telinga kita-- terlanjur abai
pada suara ruparupa
selain tingtang gelas bergulir, saling tubruk
saling seruduk

mengundang tawa juga senyum


ah, kawan
semusim teh
semusim dering bel di sudutsudut kelas
membawa kita kembali menjadi hujan di atas genting sekolah kita dulu
membawakan berlusin kenang.
Meski kadang mengering, lantas hilang.

Batang, 16 mei 2012

posted under | 0 Comments

Puisi Tentang Pelacur: Di Kelok Pantura, Di Bawah Atap

Di Kelok Pantura, Di Bawah Atap
a/
merapatlah ia di bilik temaram, tempat tinggal rasa gamang. sementara pengap kian menyergap, haus tenggorokan membikin radang
lagi

di kelok jalan pantura yang berlubang aspalnya
telah terbayar sudah segala lara
telah berakhir sudah segala rasa
bernama cinta. Di mana cinta menjadi omong kosong, dan rupiah mau tak mau harus diboyong.

di bawah atap bisu, seseorang datang untuk menunggu
di luar, malam merayap begitu cepat
hanya minyak wangi dan bibir memerah gincu
hadir menjadi teman teramat dekat
b/
Oh, apa yang digelayut gerimis beraroma sesal?
Sementara ia telah tumbuh menjadi kupu-kupu kebal
Menelurusi mimpi, caci tak terhitung lagi
Relakah ia dimaki?

Batang, 10 Februari 2012

Ini puisiku yang nasibnya kurang beruntung dalam suatu lomba. 
Silahkan dibantai.  
:D

posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments