Tabloid Duta Selaparang, 15 Desember 2014

Hujan, 1

maka melambailah sunyi di jalan ini, tepat saat hujan turun.
akan ada hari yang panjang dengan murung menetap di emperan toko, di tubuh gelandangan yang kumal basah, di kertas koran yang tercecer hancur sebagai bubur obituari basi.
hujan telah membasahi jiwa kami, tuan, yang lengang seperti lorong tanpa ujung. kekecewaan telah merampas segala hiruk-pikuk, ramai cahaya lampu yang berkedip tiap malam, juga pendaran elan dan ketakutan yang berdenyar bergantian. kami selalu menunggu lengkung bianglala, baik ketika pagi maupun senja, baik tatkala cakrawala menggelar hujan maupun mentari keemasan. sebab ketika malam, semuanya tak akan tampak lagi selain kegelapan kecuali jika nyala lampu tak benar-benar redup malam ini. seperti jiwa.

2014



Link: http://dutaselaparang.com/?p=721


posted under , | 0 Comments

Harian Cakrawala Makassar, 31 Oktober 2014


Pisau
baik-baiklah bermain pisau
tajam ujungnya adalah kutipan kilat tanpa hujan
ia memotong dan mencacah kenangan seperti memburu urat daging
ia  memisah perjumpaan seperti menebas ruas sayuran
ia memenggal rindu bagai membelah ranum buah-buahan
dan menyulapnya jadi beberapa bagian

baik-baiklah memegang pisau
jangan salah sisi, bedakan mana yang musti jadi pegangan
dan mana yang ngeri membahayakan

6 Agustus 2014

Pemungut Kamboja

sebelum lindap gigil pagi buta, ia muncul sebagai pengucap salam yang pertama. tatkala subuh baru saja rubuh dan lingkar jeda adzan masih bisa disentuh. dan matahari,adalah bulatan berumah terjauh yang hanya bisa diimpikan dan diangankan seperti pengguk yang selalu merindukan jatuh dan merengkuh.

“Assalamualaikum, Ya Ahlal Kubur ....”

dari gerbang pemakaman, pusara-pusara yang tertata seperti menyimpan ribuan mata, mengawasinya dari penjuru, membaca langkah kakinya yang ragu-ragu, namun terburu.
dan daun kering yang tidur di antaranya mungkin surat cinta yang terlupa, mendamba tangan untuk memungut, dan berdoa agar kehidupan tak pernah melupakan janji tentang maut. 

yang sunyi, hanyalah doa
sebab pagi akan segera tiba

perempuan itu masuk sebagai pemungut kembang kamboja yang luruh di antara tubuh pusara.
 silahkan menghitung berapa jumlah kesepian nisan yang dipungutnya, berapa jumlah kekosongan yang menelisik ke dalam relung plastik di tangannya.
Batang, 2014
 

posted under , | 0 Comments

Suara Merdeka, 28 September 2014



Mengenang Perigi

semenjak timba berhenti terjatuh di permukaan, aku tak lagi bisa mendengar segala bunyi
termasuk bunyi masa kanak tanpa pompa air,  timba condong ke tubuh, mengantar kesegaran mengalir.
 hanya kiambang pucat dan segala kenang. mengambang. menguasai rumah ikan-ikan, serupa rerumputan yang mencegah timba memecah permukaan.

tak ada ingatan sedalam hari ini, terpatri jauh dalam curam dinding perigi.
jemari tanganku hanyalah kesunyian waktu yang membilang hari dalam buku-buku.
tatkala timba bergoyang dalam kekang tali, suaranya berderit ngeri mengikir gigi.
 aku menunggu timba mentas ke atas membawa air, dan menjemputnya lekas.

tapi perigi, tak lagi jernih seperti puisi


2014






posted under , | 0 Comments

Harian Mata Banua, 30 Agustus 2014

 
kepada biji kopi
; Silengis

kepada biji kopi
kutuliskan puisi tentang hutan dan tanah kehitaman
perempuan pemanen berpeluh dan karung-karungnya yang penuh
melingkarkan rindu pada tubuh pohonan
dan cerlang mentari keperak-perakan

biji kopi silengis itu
senantiasa menyimpan riwayat hujan dalam cangkir seduhan

3 Mei 2014



posted under , | 0 Comments

Radar Surabaya, 10 Agustus 2014

PUISI KURNIA HIDAYATI

empat puluh hari

mengunjungi rumahmu, empat puluh hari selepas hari itu
kenangan tak lekas moksa; pucat jasad lelap di keranda
telah melepaskan ingatan tentang sakit dan rintihan
dan namamu, melayang bersama doa

masih terhidu harum balsem.
baju hangat yang telah jadi dingin
tergantung di belakang pintu

aku tercenung
membayangkan. betapa nyeri
rasanya sendiri 
dalam rumah hampa begini

di kamar, ranjangmu merangkum semua rasa
dalam ratusan hari penantian yang sabar
bagai debar angin yang hendak menembus kisi sempit di jendela
sakit itu, sebenar cinta abadi di tubuhmu

empat puluh hari selepas hari itu
lamat-lamat aku mendengar gaung suaramu
seperti desau angin yang melansir ingatan
seperti rintik-rintik syahdu kasidah hujan
tapi entah, datang dari mana

2013




posted under , | 1 Comments

Riau Pos, 20 Juli 2014

PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI

kopi lagi

kopi lagi, Brengkolang!
adalah cindera mata di atas meja
sebelum suluh lampu surup ke dalam hangat pagutan tubuh malam

aku dan kopi adalah sengketa
saat malam memajang nestapa
bagai batin kita yang porak poranda
ketika sunyi menghajar dengan siasat dendam
dan kita, memilih mati berkali-kali

kopi lagi, Brengkolang!
sebelum nyala lampu malap dan undur diri
tanpa santun kata dan kecupan bait puisi
ketika pagi tiba
hanya ada timpas cangkir
dan kopi hanya menyisakan gelap dan pahitnya

2014



posted under , | 0 Comments

Ogan Ilir Ekspress, 08 Juli 2014

PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI


Perempuan Pemanen Kopi

begitu pelan angin itu mengajak ia kembali
kepada pelukan hutan. meskipun cuaca tak lagi karib
manakala hujan gemar terburai ke seluruh desa tiba-tiba
demikian basah.

jalanan menuju kebun hanyalah lumat tanah
menggigiti kaki menggunting waktu berulang kali dan kian menjauhkanmu
dari manis panen biji kopi

perempuan pemanen kopi itu
akan segera tiba di perkebunan
dengan karung-karung kosong
peluhnya berderaian seperti doa-doa hujan
dan harapan yang liar
menelisip di sela pepohonan

2014




posted under , | 0 Comments

PUISI KURNIA HIDAYATI (HARIAN Joglosemar, 6 Juli 2014)

Usai Pengajian di Rumah

ada yang tertinggal di sini
dinding mendingin mengungkung sepi
tikar terlipat dengan seribu satu isyarat
ayat-ayat Qur’an yang syahdu
juga sholawat yang suluk di tiap penjuru

sungguh masih ada yang tersisa di sini
usai pengajian diheningkan
doa-doa masih mengungkung ruang
menggantung di langit-langit
kendati orang-orang telah beranjak pulang

2013

posted under , | 0 Comments

BULETIN JEJAK, Juni 2014

PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI


Pada Sisa Malam Ini

pada sisa malam ini, langit seperti luka memar di badan
kesunyian ibarat sebuah biduk menepi
di dermaga mata
bagai tempayan persembahan
yang usai melarung buah tangan kehilangan
--- ketiadaan- ketiadaan
yang meraut perih luka di jemari tangan

malam ini menyisakan puisi
doa-doa berjatuhan di lembar buku harian
sebagaimana serbuk hujan yang menggerimiskan murung
di langit-langit kamar

pada sisa malam ini,
kata-kata menumpang di biduk sunyi
yang tersesat menuju dermaganya sendiri
hingga pagi
tersangkut di runcing jarum jam
2013












posted under , | 0 Comments

#tantanganmenulis INTERLUDE : Lirik Lagu untuk Hanna "Lagu Untukmu"


Aku nggak pernah bikin lirik lagu sebelumnya. Tapi, apa salahnya mencoba. :) Lirik lagu ini kupersembahkan untuk Hana (Tokoh dalam novel INTERLUDE-nya Kak Windry Ramadhina). 


Selamat membaca, semoga berkenan! :)



Lagu Untukmu

Hana, sepotong hatiku adalah dirimu
Hana, sebersit pikirku selalu hadirkan senyummu
bersama lirik dan partitur sunyi
aku mengantarkan rindu paling puisi

Pre- Chorus
meski kau selalu berpaling
kepada penjuru berbeda
tatkala kita bertemu muka
namun cinta itu, Hana, tak akan pernah tiada

Chorus:
biarkan aku meraih tanganmu
menggenggam rasa , meyakinkanmu
biarkan aku mengecup keningmu
membisikkan cinta, membuatmu percaya

biarkan aku terus mendambamu
menghapus luka dari senyummu
biarkan aku selalu menjagamu
memelukmu dengan sepenuh cintaku

**
Hana, percayalah cinta sejati selalu ada
Hana, lupakanlah semua masa lalu penuh luka
Oh Hana, lagu ini tiba sebagai penghibur hati
Jangan menangis, sebab aku selalu di sini

Pre-Chorus

Back to Chorus

posted under | 0 Comments

Media Indonesia (18 Mei 2014)

Tapa Kalong*
i.
beginilah rupa pendadaran kedua sebelum mendedah rimba gambiran. usai terlampaui potongan peristiwa kegagalan Tapa Kidang.
yang sungsang dalam tidur panjang adalah Jaka Bahu.
kepala diutusnya jadi kaki yang menggantung di ranting pohon tinggi
menyaru seekor kalong dalam tidur
yang ditukar-tukar waktu.

maka empat puluh hari
ia lewatkan siang dalam pejam.
sementara matanya terjaga dalam malam-malam bindam.
“beginilah cara melupakan kegagalan selepas Tapa Kidang
menabung kesaktian
merangkum jurus.
Akan kurebut tahta Raja Siluman atas rimba Gambiran.” ucapnya dalam diam.

ii.
Jaka Bahu berangkat
dengan busung dada sarat kesumat
membawa azimat dalam pertapaan keramat
kepalanya panas membara
seperti api
“akan kuhajar Raja Siluman
kubunuh ia.
Sebagaimana ia membunuh waktu para pedagang dan petualang.
membikin wingit rimba Gambiran.
tak akan ada lagi perjalanan panjang yang tersesat dalam arus putaran hutan!” sinis Jaka Bahu

“terimalah hunus pedang
sebagai cindera mata sebelum pulang.
dan ingatan tentang perkelahian
akan hangus dalam bara kemarahan!
sungguh kebencian ini teramat hitam!” geramnya.
2013
keterangan : *Tapa Kalong, cerita yang diambil dari babad Pekalongan. Konon tempat dimana Joko Bahu melakukan tapa kalong itu kini disebut PEKALONGAN.





Kurnia Hidayati lahir di Batang, Jawa Tengah, 1 Juni 1992. Saat ini tercatat sebagai mahasiswi jurusan Tarbiyah di STAIN Pekalongan dan bergiat di LPM Al-mizan. Tulisannya pernah dimuat di Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Indopos, Riau Pos, Suara Karya, Banjarmasin Pos, Pos Bali, Bandung Ekspress, Majalah Sastra Kalimas, Minggu Pagi, Haluan Padang,  Suara NTB, Metro Riau, dan lain-lain. Serta tergabung di beberapa antologi, di antaranya: Setia Tanpa Jeda, Mimpi Seribu Kemenangan, Napas Dalam Kata, Romansa Telaga Senja, dsb.



posted under , | 3 Comments

PUISI KURNIA HIDAYATI (Solopos, 14 April 2014)

Saat Gelap

kegelapan menghadirkan tanya sepasang lampu

ruangan sunyi hanya ada kau dan sepotong malam

bulan lindap di balik jendela

selebihnya, cahaya lilin menduga kemana arah cahaya



jika di luar deras hujan

tajam menghunus perasaan

dan gigil menusuk kulit diam-diam

kesunyian akan memamerkan kegelapan

seperti teka-teki

tentang jodoh dan mati



dan kerlip lilin meliukaan luka ganda

luka sengat tubuhnya dan luka hitam bayangan tangan

yang dibuat-buat jadi sebentuk tubuh hewan

lalu kita saling bercerita

melupakan kematian lampu

dan waktu yang pelan membeku

Batang, 2013


posted under , | 0 Comments

Metro Riau, 23 Maret 2014

PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI


Kado
; ryn
dan aku membawa maaf untukmu dik. sebagai kado ulang usia. angka tahun yang berlompatan di pematang almanak-almanak terbakar, menjadi abu selepas diberangus api musim dan tanggal kelahiran.

kesenangan adalah kepedihan yang menyamar
ibarat runcing duri pada anggun bunga mawar

doa membumbungke udara, sementara kau riang mengoleksi umur dan bilangan. berdendang,  lantas memajangnya, di dinding kamar bagai menyimpan foto tanpa figura dengan garis senyuman di dalamnya.

maka, aku pun memilih membisu, membiarkanmu berdekapan dengan umur-umur
biarlah, semoga pelan-pelan engkau paham
bahwa kehidupan tak melulu menyimpan kepedihan dan kesenangan
yang datang beriringan

selamat ulang tahun
2013

posted under | 0 Comments

Suara NTB, 22 Maret 2014

Puisi-puisi Kurnia Hidayati

Pecinta Malam

: Fina Lanahdiana

adakah kau dengar
aubade dengkur yang telah disusun orang-orang?
jika telinga telah kau sumpal dengan puisi dan sulur inspirasi yang kian menjauhkan
jalanmu menuju mimpi

kau penelusur malam berapologi insomnia
mendaki di licin kesunyian, meniti setapak jalan perkiraan
menerka-nerka, adakah yang sembunyi di balik bantal yang dingin itu puisi sehangat kopi?

mungkin beginikah caramu mencintai malam
dengan duduk menjauh dari tilam
bantal, biarlah menggigilkan selimut yang terlipat
sementara kamu, masih tegap duduk dan menyusun mimpi tentang keheningan

dan pesan-pesanmu di ponsel itulah
yang merekam bagaimana caramu bicara
kepada malam yang membindamkan pagi

2013


posted under | 0 Comments

Majalah Sastra Kalimas edisi Januari-Februari 2014


posted under | 0 Comments

Jawa Pos, 16 Maret 2014

PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI

Kepada Rantansari*
1/
jika ternyata cinta telah rekat di debarmu
maka pertahankanlah ia
--laki-laki bernama Bahurekso --  
sebagaimana ia bertahan dalam kenestapaan
sebagai abdi yang taat dan bakti pada titah Sultan
tak pernah merintih dan sambat, kendati telah dibendungnya Kali Sambong
dan didedahnya rimba Gambiran
merawat perih dalam perkelahian dan ngilu di pertapaan
2/
maka berkeraslah, kau Rantansari!
jadilah persembahan yang durhaka
sebelum hari pinangan dengan Sultan terlaksana
kau, bukan boneka dalam diorama
kau, mesti memilih kemana biduk cintamu mendekat dan tertambat
pikirlah matang-matang, Rantansari
sebelum Sultan mengirim utusan
dan membawamu pergi
Batang, 2013

keterangan : puisi tentang Rantansari, Bahurekso, dan Endang Wuranti diambil dari kisah babat tanah Pekalongan.



posted under | 0 Comments

Riau Pos, 2 Maret 2014




PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI

Luka Sebuah Diorama
air mata siapakah yang membasuh tubuh boneka di sebuah kotak mika
yang dipajang di etalase sebuah toko cinderamata itu?

tangis itu tercipta dari dua pasang mata diorama
manakala ia musti berpura-pura tersusun rapi dan serasi, menyamar dua boneka jadi sepasang pria-wanita tersenyum bahagia
di tengah taman bunga
dan berbaju sepasang pengantin

tanpa ada seorang pun tahu bahwa ia sungguh luka

orang-orang hanya berlintasan, mengantarkan kepergian. ia terdiam seperti menunggu tangan-tangan yang meminang sebagai cindera mata, sebuah kepulangan mengajaknya kabur dari etalase kaca
dan segala kepalsuan
**
ia, diorama yang mengungkung sepasang mempelai boneka
wanita dan pria yang tersenyum bahagia di tengah taman bunga
barangkali akan selalu memeluk luka
hingga tiba seseorang mengajaknya pergi
dan memilikinya

2013 

posted under | 0 Comments

Kedaulatan Rakyat, 2 Februari 2014

PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI


doa sungai
sungguh, ini bukanlah harapan sebuah sungai –sungai yang menyimpan ancam dan ketakutan bagi para penambang batu dan pasir, para penghuni bantaran yang menerbitkan senyum getir, juga orang-orang yang asing pada pukat dan kail pancing. ketika kemarau pergi tanpa lambaian dan musim menghadirkan hujan. aku memaksa cadas batu cemburu kepada aliran yang menderas di tubuhku, menyimpankan dendam muara dan meluapkan diri jauh melata ke jalan-jalan.
aku berdoa, semoga hujan enggan lama bertahan.
Batang, 2014

posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments