Banjarmasin Pos, 30 Januari 2017



EPITAF KESUNYIAN

1/
Ada yang memar di sini: kesendirian di antara riuh nisan, kenangan kehidupan, wajah-wajah orang kesayangan, dan renta kerinduan yang kukut diam-diam. Seakan-akan berujar pada dunia; di antara nisan yang melumut telah sampai mereka pada sebuah rahasia maut!

Entah gulita atau sarat denyar nyala? Yang hidup tiada lagi bisa menerka. Apa yang tersembunyi di dalam liang sepi?
Hanya kecup misteri mengintai tiap hari.
Sebab yang pergi hanya tinggal nama, tak pandai mewasiatkan pertanda.

2/
atas nama nisan dan jasad yang pulas tanpa tilam, secebis kamboja terjatuh. merupa gerimis yang tanggal pada hari bungsu sebuah bulan.
Kehidupan hanyalah kerdipan.
Tatkala segalanya sampai di pungkasan
Hanya tersisa epitaf-epitaf kesunyian.

Batang, 25 September 2016

OBITUARI SEBUAH HATI

1/
Tapi langit malam hanyalah bidang bindam
Cerlang bintang, gugusannya sirna
Malap tanpa cahaya. Undur diri
dari ruang sepasang mata

Malam menggamit kesunyian di antara lampu merkuri dan sinar yang asing. Bising suasana kota selalu diterjemahkan menjadi nada-nada hening. Sebab itu, izinkan aku mengeja namamu sekali lagi
Sembari meyakinkan diri betapa prahara kedua dalam dada selain melupakan adalah mencintai seseorang dalam diam
Serta memilih menepi di curam pengabaian

2/
Maka, tepat hari ini aku putuskan untuk memenggal ingatan
Yang berkelindan di antara badan
Di antara kosong bangku taman kota
Redup lampu-lampu
Bunga-bunga yang diingkari wangi dan warnanya
Serta kalender dan detik arloji yang mengisyaratkan bahwa akan tiba
Suatu saat yang tepat untuk pergi
Dan moksa sendiri
Tanpa meninggalkan apa pun selain lansiran kabar ihwal obituari sebuah hati
Yang selalu mendamba seseorang yang dicintai

Semoga ia tak menyesal sebab telah luput menyadari
Dan merindukan
Seseorang yang senantiasa menggapai-gapainya dengan tangan doa-doa

Batang, 25 Oktober 2016

MENULIS KALI GELAP

demi nama segala nama dan kegelapan yang mencekau segala aliran.
Aku menulismu sebagai penanda; kisah-kisah yang pecah di benak khalayak
ihwal ruh orang mati yang merubung janji-janji
jerit perempuan dan bayangan hitam
diam-diam terlansir serupa suara-suara yang dilupakan hujan
ikan-ikan sembunyi di antara arus yang diam
angker dan kesunyian menikam namamu pelan-pelan

Riuh telah pergi dan kau hanyalah sebatang alur yang lengang dan sendiri.
Membelah perkebunan, menjadi jeda sebuah jembatan.
Namun, kisah-kisah enggan binasa serupa aliranmu yang enggan sirna.

Demi nama segala nama dan kegelapan yang menghabur ketika melintas di atasmu
Aku menulismu agar tak gentar padamu

Batang, 10 April 2016


posted under , | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments