Buletin Kanal Edisi Juni 2015

Pintu Terakhir II

gelap dan lengang
memanjang
cahaya di ujung itu meruncing ke arah matanya
ia gentar
dan menerka-nerka, apa yang terjadi setelah ini?


di lorong, ia membenci langkahnya sendiri
yang acapkali terhenti dan ragu-ragu
tak berani melangkah maju dan menjangkau pintu
bukan langkah perlahan ke depan
atau seretan kecil ke belakang
ia, tetap berada di tempatnya
 “apakah yang di ujung lorong itu adalah satu pintu untukku?”
tanyanya di antara laju masa, cahaya yang meruncing ke matanya, serta segala ketakuan yang memagut badannya.

Batang, Maret 2015

Mendekati Jendela

Gerun
Kabus itu pelan-pelan tiba
dan pergi dalam diamnya
apa yang tersketsa di jendela
hanya sekilas kedipan mata

kemarin, demikian kau membatin
jalan tertundung punggung
yang kian lama kian jauh
saban detik berlalu
menyaru kenangan baru

maka,
ketika doa-doa raib
bersama ratibmu pada tuhan
ada yang menahanmu untuk turun dari tilam
dan berjalan
mendekati jendela
sebab di sana hanya akan ada luka kemarin
yang sayatnya tak lagi pernah kau ingin


Batang, 2015 

posted under | 0 Comments

Resensi Buku "Berikutnya Kau yang Mati" karya Arie F.Rofian di Harian Rakyat Sumbar (4 Juli 2015)

Enam Ketakutan yang Sama
Oleh: Kurnia Hidayati*

Judul buku: Berikutnya Kau Yang Mati
Penulis : Arie F. Rofian
Penerbit: Moka Media
ISBN: 979-795-970-8
Harga: 39.000
Jumlah Halaman : 178 halaman

            Tak ada yang mampu menghindari kematian. Kematian merupakan suatu keniscayaan bagi setiap yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Kematian adalah suatu misteri besar yang tak terduga. Banyak cara orang menemui ajalnya. Ada yang wajar dan ada yang tidak wajar. Ada yang ikhlas melepas nyawa dengan bahagia ada juga sebaliknya. Kematian yang menurut sebagian orang menakutkan inilah yang coba Arie F. Rofian ramu menjadi jalinan cerita. Novel bergenre horor “Berikutnya Kau yang Mati” ini secara judul sudah menohok pembacanya. Seakan-akan ingin mengingatkan bahwa ending kehidupan manusia bisa datang kapan saja.

Tak ada malam yang tak hitam
Tak ada malam yang tak temaram
Tak ada malam yang tak kelam
Tak ada malam yang tak seram
Tak ada malam yang tak mencekam
malam mencekam
Tik tok tik tok
Detak jam tik tok tik tok
Sunyi dan sepi menemani sampai mati – hlm. 1

Halaman pertama novel ini langsung mencekat saya.
Sebagaimana disampaikan dalam blurb buku bahwa, “ini adalah kisah enam anak manusia”. Novel ini dikisahkan melalui enam sudut pandang berbeda. Masing-masing cerita mempunyai benang merahnya sendiri, akan tetapi saling berjalinan satu sama lain. Bab pertama dikisahkan oleh seorang mahasiswa yang menjabat sebagai Ketua Panitia Makrab. Bab kedua diceritakan dari sudut pandang seorang anggota geng motor yang tengah melakukan touring ke suatu tempat. Alur cerita di bab tiga diambil alih oleh seorang pecandu narkoba yang bertekad membebaskan diri dari jerat barang haram yang selama ini menemani hari-harinya. Sementara itu, pada bab keempat seorang perempuan bernama Andini bertutur tentang hubungannya dengan pria bernama Rusli. Lalu, seorang laki-laki yang terus menerus dihantui mimpi buruk dapat kita jumpai kisahnya di bab lima. Dan pada bab terakhir, seorang kakak mengungkap sebuah rahasia ihwal kematian. Bab pungkasan ini merupakan jawaban atas segala pertanyaan yang muncul saat saya membaca halaman demi halaman cerita. Enam bab yang berbeda ini berkelindan dalam ketakutan yang sama, yaitu kematian. 
            Sosok itu lantas duduk bersebelahan denganku. Duduk kami berdekatan, sangat dekat dengan pundak yang saling bersentuhan. Meski teramat mencekam, pandanganku berusaha menyisir seluruh bagian tubuh dari sosok itu. Wajah sosok itu putih—pucat pasi layaknya orang yang sudah mati. – hlm. 52.
            Namun tak lama kemudian amarahku padam, mendadak aku tersentak, kaget tiada terkira. Rasa simpati dan empatiku bergelora karena dengan mata dan kepalaku sendiri aku menyaksikan kedua bola mata pemuda itu seluruh permukaannya berubah jadi warna putih. Ya, bola mata putih pertanda datangnya celaka. – hlm. 67.
            Mengusung genre horor, Arie F. Rofian terbilang cukup berhasil menciptakan fragmen-fragmen yang membuat jantung saya berdebar abnormal. Kadang, berhenti sejenak, was-was dan menduga-duga, apakah ada sosok dari dunia lain yang sedang mengamati saya juga? Namun, saya dibuat penasaran sehingga ingin segera membaca seluruhnya. Beberapa kali saya menghela napas panjang saat alur cerita tak sesuai seperti yang saya terka. Ya, alunya tak mudah ditebak. Apakah “Berikutnya Kau yang Mati”? Silakan Anda cari sendiri jawabannya di novel ini.

*Kurnia Hidayati, pecinta buku, tinggal di Batang.


Kurnia Hidayati lahir di Batang, Jawa Tengah, 1 Juni 1992. Tulisannya pernah dimuat di berbagai media massa seluruh Indonesia. Buku puisi tunggalnya: Senandika Pemantik Api (2015)

posted under , | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments