Puisi Kurnia Hidayati dalam Antologi Tifa Nusantara


menghasut pintu dan jendela

kepada pintu
bukan kau yang pertama kali disapa,  jika di luar turun hujan.
            sebab lanskap indah sebuah hari
selalu elok tergambar di jendela
            surat-surat kata yang beterbangan
selalu mengarah kepada kuak tubuhnya
            hablur rintikan hujan,
mengembunkan senandika sunyi di permukaan
             menjelma tulisan yang diciptakan ujung jemari
ketika seseorang iseng dan bosan menulis puisi
maka,
             janganlah mencoba tersenyum kepada jendela
tatkala kalian bertemu mata
            dan bertatapan

kepada jendela
lihatlah siapa yang disapa terlebih dahulu
            dan siapa yang paling bisa meracik remedi rindu saat seseorang jengah menunggu?
            dialah pintu
            darinya berhamburan seribu wajah
yang datang dan pergi, tiba dan kembali
            mengakhiri derit dan ketukan
tabik dan sapaan menghadirkan suasana karib dalam ruangan

pintu  hanya akan mewariskan padamu suasana sunyi
            dan beberapa samar bunyi
ketika ia tertutup dan memajang goyangan kunci
            menyimpan segalanya sebagai rahasia
 tanpa membiarkanmu mengetahuinya

jadi, tak usah bertegur sapa
            jika daun pintu terbuka
dan mendekati tubuhmu
Batang, 2014




Maaf aku agak lupa covernya yang mana. Soalnya ada dua cover.


posted under | 0 Comments

Puisi Kurnia Hidayati dalam Antologi Dari Negeri Poci 6 "Negeri Laut"


PERANGAI SEPASANG ANGIN
KURNIA HIDAYATI
i.
yang datang dari daratan, menating cahaya bulan, telah membahasakan asin laut pada nelayan. jala dan kail pancing serta perahu yang tertambat di dermaga, menyongsong ikan-ikan yang berumah dalam samudera
“dengan siasat angin kami berangkat, sebab Tuhan telah menitipkan janji pada tiap kesiurnya. perahu kami akan pergi sepenuh doa. ”

ii.
menghempaslah ia dari penjuru samudera
nelayan akan lekas tiba membawa tawanan ikan dalam jala
sauh segera jatuh
perahu beringsut mendekati dermaga
betapa indah angin menuntun nelayan jauh ke daratan. umpama saudara dengan lembut gandengan tangan
“dengan cerlang matahari pagi yang hangat menuju siang, sore temaram dan batas hari yang membentang. kami pulang sepenuh syukur bersama kelindan ikan-ikan di dalam jala. Tuhan mengutus angin, mengizinkan kami tiba di pesisir.”

2014



posted under | 0 Comments

Puisi Kurnia Hidayati dalam Antologi Dari Negeri Poci 7 "Negeri Awan"


PERANGAI SEPASANG ANGIN
KURNIA HIDAYATI

i.
yang datang dari daratan, menating cahaya bulan, telah membahasakan asin laut pada nelayan. jala dan kail pancing serta perahu yang tertambat di dermaga, menyongsong ikan-ikan yang berumah dalam samudera
“dengan siasat angin kami berangkat, sebab Tuhan telah menitipkan janji pada tiap kesiurnya. perahu kami akan pergi sepenuh doa. ”

ii.
menghempaslah ia dari penjuru samudera
nelayan akan lekas tiba membawa tawanan ikan dalam jala
sauh segera jatuh
perahu beringsut mendekati dermaga
betapa indah angin menuntun nelayan jauh ke daratan. umpama saudara dengan lembut gandengan tangan
“dengan cerlang matahari pagi yang hangat menuju siang, sore temaram dan batas hari yang membentang. kami pulang sepenuh syukur bersama kelindan ikan-ikan di dalam jala. Tuhan mengutus angin, mengizinkan kami tiba di pesisir.”

2014





Puisi Kurnia Hidayati di Radar Pekalongan, 14 Juli 2018

Elegi Perahu Tua
1/
Yang jauh di belakang punggung; waktu dan hari-hari
Ingatan lesap, di tahun-tahun yang berganti
Umpama membilang ajal yang tiba tanpa pertanda
Aku mengeja was-was yang rumit jalinan jala
Menjaring kata-kata beralunan iba
“Betapa malang nasib sang petualang!
Terkatung di tempatnya pulang.
Tiada lagi kidung perahu berangkat menebar pukat
Hanya perahu tua, menanti kehancurannya …”
Begitulah orang-orang berkata, semenjak aku undur dari arung samudera
barangkali udzur adalah sebuah keniscayaan
yang memilukan di antara digdayanya kenangan
2/
Kini, hanya dermaga menjelma telingabagi perahu tua
Yang lapuk dan terluka
Para kelasi telah pergi
Mendekati perahu lain yang sarat dengan mimpi; perahu perkasa yang lihai
membelah samudera
Tinggal menunggu kapan aliran lekas mencerna bagian-bagian badan
Tapi izinkan untuk mengenang
Bagaimana tangguhnya menaklukkan badai
Sebelum jasadku benar-benar hilang
Batang, 31 Agustus 2017

posted under , | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments