PUISI KURNIA HIDAYATI DI SUARA MERDEKA , 25 AGUSTUS 2022


 

MELALUI JENDELA

 

Melalui gurat daun jendela yang kasar dan serampangan aku meraba kesedihanmu 

Menengok sepasang mata yang selalu terseka

Oleh hibuk dan kerja

Katamu, tak ada waktu bersedih

Tatkala menatap bakul nasi hampa

Meja makan tanpa lauk dan hidangan

Selalu mengancam meneriaki lambung anak-anak tak berdosa

Yang hanya paham kalimat meminta

 

Melalui jendela, kusaksikan

Hamparan barang dagangan

Gelas-gelas dibariskan menyembunyikan ting bebunyian

Kudapan kecil seharga satu dua koin recehan

Telah disiapkan sebagai pasukan yang akan menyelamatkan

Kepulan dapur dan harapan

Seorang ibu dengan sejumlah anak di pundak

 

Melalui jendela aku paham bahwa air mata tinggal nama

Yang disematkan dalam dada

seorang ibu yang harus terlatih berjalan sendiri

tanpa suami

 

Batang, 20 Maret 2022

 

 

MUKENA SULAMAN BUNDA

 

Sulaman

Adalah satu ornamen kain paling berharga

Sebab ia diciptakan dengan kesabaran hati dan tangan

Runcing jarum yang dipagut lentik jemari

Lincah menjelujuri tiap-tiap kenangan

Berjalinan dengan doa-doa bunda

Untuk anaknya

 

Betapa bangga mengenakan

Sebuah mukena bersulam hati merah muda

Selalu indah dan pas di badan

Jahitan bunda membuatku belajar bersimpuh pada-Nya

 

Barangkali akan lebih rapi jika dibuat di mesin canggih, kata bunda berkecil hati

Namun, bunda lupa bahwa mesin tak bisa menggantikan luka dan darah

Saat ujung jarum menyalahi arah

Meningkahi peluh dan lelah siang malam tatkala sepasang mata renta

Suntuk menyelesaikannya

 

Kendati kini ia tersimpan di mana

Mukena sulaman bunda adalah hadiah terbaik untuk masa belia

 

Batang, 30 April 2021

 

 

SELENDANG IBUNDA

 

Untuk masa kecil yang acapkali meringkuk pada selendang

Yang dibuhul di antara leher dan pundak

Ia mengucapkan terima kasih

Atas timangan, doa-doa

Dan bisikan cerita menjelang terpejamnya mata

 

Diam-diam mengawasi

jumlah bilangan degup jantung ibu

untuk memastikan bahwa ibu tetap ada

mendekap mungil tubuhnya

 

Kini selendang ibu masih mengayunkan timangan

Masa kecil yang telah jadi kenangan

Kendati motifnya telah lusuh dan koyak

Namun doa dan rindunya senantiasa memagut raga seorang anak

 

Karsela, 4 Juni 2021

 

 

 

RADIO NENEK

1/

Hanya radio kotak tua dengan cangklong tali rafia

antena patah dan berkarat, bertenaga dua baterai raksasa

menyumpal peer kumal, lihat punggungnya bolong!

kehilangan penutup sejak lama

Terlampau usang memang, namun nenek tetap sayang

Sebab dari penala radio itu, bahagia nenek menemukan frekuensi

Dengan seksama ia memastikan channel favorit tidak terganti

 

2/

Bukannya tak menawarkan radio baru

Yang lebih canggih dan piawai

Tetapi nenek selalu menolak

Baginya, radio itu tetaplah sahabat karibnya

Mengiringi hari-harinya

3/

Radio kotak tua itu kini tak lagi memiliki tuan

Tuan yang tak menilai pada rupa dan penampilan

Kata nenek, “yang penting bisa didengarkan dan kasih hiburan!”

Pernah sesekali radio itu coba kami dinyalakan

Namun, suaranya yang dulu nyaring kini jauh lebih pelan

Barangkali benda mati juga ikut kehilangan

 

Batang, 26 Desember 2021


posted under | 0 Comments

PUISI KURNIA HIDAYATI DI KEDAULATAN RAKYAT, 25 NOVEMBER 2022

 

AFORISME ESOK HARI

1/

Selalu rahasia tersemat dalam kepala, tatkala esok hari menjelma kata tanya

Sebab masa terulur tanpa mengerti kapan ia usai terukur

Kendati telah terbuhul di tiap tangkai bunga tidur

Nadi yang dimiliki hanyalah denyut; mudah dihentikan maut

Segala yang bernyawa kelak akan terenggut!

2/

Pada secebis angan dan senoktah asa

Tergurat dalam ribuan kata

Buku jurnal harian yang dipunya

Tetap tak kuasa menahan laju kismat yang mendekat

Menggapai-gapai rencana yang semampai

Namun ia akan tetap sampai

Barangkali, esok hari

Sunyi membekap segala gegap gempita!

 

Batang, 13 Mei 2022

 

MELANKOLIA POTRET KELUARGA

 

Sebagai penanda silsilah, ia terpajang di ruang tengah

Usang dan menguning, rapat dihimpit kaca bening

Bingkai beraksen ukiran, menyiratkan lama tahun pembuatan

Potret tanpa warna, menggamit ekspresi wajah yang biasa

Tak karib pada senyuman dan pelbagai rupa gaya

Di depan kamera

 

Potret keluarga nenek dan kakek tatkala muda, adalah sebuah benda berharga

Sebab ia mampu mengawetkan, sebuah lanskap kejadian

Menjadi sebuah lembar kenang

Yang menghadirkan linang air mata tatkala lekat dipandang

 

Di sini, aku bernostalgia serupa terseret dalam lorong masa

Masuk ke dalam relung rumah nenek di desa

Syahdu suasana kanak-kanak di mana semuanya masih ada

Saling hadir dan menyayangi, serta beradu manja

Sebagai seorang cucu yang pertama

 

Potret keluarga dan semua cerita di dalamnya

akan selalu menjadi sepotong fagmen masa lalu

yang menggenapi kisah kehidupan

Tatkala raga dan masa bergerak merengkuh kedewasaan

 

Batang, 19 Mei 2022


posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments