Pikiran Rakyat, 12 April 2015


Sesudah Api

1/
sesudah api lesap pada fragmen malam, kesendirian bagai mencengkeram kuduk diam-diam.
doa-doa menggantungi langit-langit ruang
dan seorang perempuan meringkuk semenjak petang
“wahai hantu dari hala selatan
usaikanlah kembara—gentayangan di jiwa perempuan bimbang
carilah jiwa lain yang kukuh bagai trembesi
yang luput dicicipi gergaji tebang!”
teriak perempuan dalam hati.

namun api telah meliukan diri sebelum padam. jiwa perempuan itu tak pernah usai mengutarakan dendam.

2/
sesudah api undur diri
lepas nyala
jelaga seketika menyongsong mata
doa-doa perempuan berjiwa bimbang
berhambur dan terbang
menyelelinap di kisi ventilasi
melesat menuju hitam cakrawala

sementara malam semakin tinggi
perempuan itu mengigil dan menerka-nerka
kegelapan lain yang tak lagi bisa dinujum mata


Januari 2015




posted under , | 0 Comments

Suara Merdeka, 29 Maret 2015

Kolam THR Kramat
; Batang
timpas kolam ini menyimpan cerita
molek bunga padma, sepeda angsa yang penyap kayuhannya
ayunan kayu dan keriut rantainya, jungkat jungkit yang ditinggalkan penumpangnya, dan prosotan alpa licin tubuhnya

demikianlah, kolam ini mahfum pada peristiwa
masa yang lalu lalang menangkup keramaian hiburan menghilang
tiada lagi riuh orang-orang, deretan motor terparkir, dan sesak loket antrian
sebab, hanya ada timpas kolam
yang diam, dan sesekali tersedu sembari mengenang ingar yang silam


Batang, 2014

posted under , | 0 Comments

Majalah Persada Sastra, 1 Maret 2015

Ada 3 puisi saya yang dimuat di Majalah Persada Sastra bulan Maret. Penasaran? Beli aja majalahnya. :D


posted under , | 0 Comments

Solopos, 1 Maret 2015

Buku Harian Kakek
usai napas dan jiwa kakek melayang jauh sebelum senja, tak ada lagi lakon kehidupan yang mampu kami baca. kecuali buku harian kakek. lahir dari perasan batin menjadi tinta yang menulisi sunyi tiap lembaran. tahun-tahunyang hangus di penanggalan mengajari anak cucunya menerka bagaimana cara kakek tersenyum dengan mata berkaca-kaca selepas waktu mengubur tubuhnya.
kami mengira, kakek adalah laki-laki yang pandai mengeja takdir, ia merencanakan semua peristiwa seperti memahat ornamen di meja ukir; jelas dan teliti. kejadian-kejadian yang menjelma tulisan turut kami rasakan. menjelma jadi ribuan peran berlainan.
kendati kini jemari kakek lebih dahulu dipagut tanah sebelum senja, kendati tak ada yang lebih digdaya membahagiakannya kecuali doa-doa.
namun, buku harian kakek mengajari kami bahwa tak ada kisah seabadi kata.

Batang, September 2014




posted under , | 0 Comments

Buletin Mantra Edisi V, Januari 2015


posted under , | 0 Comments

Radar Surabaya, 11 Januari 2014

Berikut ini adalah satu dari 6 puisi yang dimuat di Radar Surabaya 11 Januari 2015. Selamat membaca.

menghasut pintu dan jendela
kepada pintu
bukan kau yang pertama kali disapa,  jika di luar turun hujan.
            sebab lanskap indah sebuah hari
selalu elok tergambar di jendela
            surat-surat kata yang beterbangan
selalu mengarah kepada kuak tubuhnya
            hablur rintikan hujan,
mengembunkan senandika sunyi di permukaan
             menjelma tulisan yang diciptakan ujung jemari
ketika seseorang iseng dan bosan menulis puisi
maka,
             janganlah mencoba tersenyum kepada jendela
tatkala kalian bertemu mata
            dan bertatapan

kepada jendela
lihatlah siapa yang disapa terlebih dahulu
            dan siapa yang paling bisa meracik remedi rindu saat seseorang jengah menunggu?
            dialah pintu
            darinya berhamburan seribu wajah
yang datang dan pergi, tiba dan kembali
            mengakhiri derit dan ketukan
tabik dan sapaan menghadirkan suasana karib dalam ruangan

pintu  hanya akan mewariskan padamu suasana sunyi
            dan beberapa samar bunyi
ketika ia tertutup dan memajang goyangan kunci
            menyimpan segalanya sebagai rahasia
 tanpa membiarkanmu mengetahuinya

jadi, tak usah bertegur sapa
            jika daun pintu terbuka
dan mendekati tubuhmu

Batang, 2014



posted under , | 2 Comments

Tabloid Duta Selaparang, 15 Desember 2014

Hujan, 1

maka melambailah sunyi di jalan ini, tepat saat hujan turun.
akan ada hari yang panjang dengan murung menetap di emperan toko, di tubuh gelandangan yang kumal basah, di kertas koran yang tercecer hancur sebagai bubur obituari basi.
hujan telah membasahi jiwa kami, tuan, yang lengang seperti lorong tanpa ujung. kekecewaan telah merampas segala hiruk-pikuk, ramai cahaya lampu yang berkedip tiap malam, juga pendaran elan dan ketakutan yang berdenyar bergantian. kami selalu menunggu lengkung bianglala, baik ketika pagi maupun senja, baik tatkala cakrawala menggelar hujan maupun mentari keemasan. sebab ketika malam, semuanya tak akan tampak lagi selain kegelapan kecuali jika nyala lampu tak benar-benar redup malam ini. seperti jiwa.

2014



Link: http://dutaselaparang.com/?p=721


posted under , | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan-tulisan

Followers


Recent Comments