Suara Merdeka, 28 September 2014
Mengenang Perigi
semenjak timba
berhenti terjatuh di permukaan, aku tak lagi bisa mendengar segala bunyi
termasuk bunyi masa kanak tanpa pompa air,
timba condong ke tubuh, mengantar kesegaran mengalir.
hanya kiambang pucat dan segala kenang.
mengambang. menguasai rumah ikan-ikan, serupa rerumputan yang mencegah timba
memecah permukaan.
tak ada ingatan
sedalam hari ini, terpatri jauh dalam curam dinding perigi.
jemari tanganku
hanyalah kesunyian waktu yang membilang hari dalam buku-buku.
tatkala timba
bergoyang dalam kekang tali, suaranya berderit ngeri mengikir gigi.
aku menunggu timba mentas ke atas membawa air,
dan menjemputnya lekas.
tapi perigi,
tak lagi jernih seperti puisi
2014
0 komentar:
Posting Komentar