Suara Karya, 11 Januari 2014
Jan
15
PUISI-PUISI KURNIA HIDAYATI
Ujungnegoro
maka saputlah namaku di bibir pantaimu nan perawan
sebagaimana kegemaranmu menyeduh jejak kenangan
dermaga merah di tepi memang selalu membaca apa
yang diriwayatkan pada legam pasirmu, pada karang dan batu-batu. serupa kenduri
atau ritus kedatangan.
di tubuh tebing itu
anak tangga diam-diam merahasiakan jumlah ingatan
suara telapak kaki dan beberapa percakapan mencapai
tinggi
berkelindan dengan legenda Gua Aswatama dalam amuk
perang Bharatayuda
di kepala tebing, peziarah berdoa
pada petilasan Syekh Maulana Magribi sembari
memandang lanskap pantai
membidik perahu dan pemancing dari kejauhan
serta menghitung seberapa lekas keemasan senja
karam di garis lautan
maka saputlah nama orang-orang
jika tiba malam
jika matahari surup dan tubuhmu sempurna dipayungi
kegelapan
sementara di sudut barat sana Pantai Sigandu
senantiasa melambaikan tangan ke arahmu
dan mengucapkan salam
2013
Tidur
: Lugas
Duta S
tidur
adalah mimpi tertukar
dengan
getar ponsel dan kenyal bantal di dalam kamar
kepala
memberatkan penat
kantuk
yang kandas di mata
seperti
sebuah alur cerita
linglung
kepada endingnya
2013
Usai Hujan
aku mengenang kemarau,
repih bibir, kulit terbakar dan kerontang kerongkongan. payung yang diam di gantungan,
boots pelastik berdebu, dan jas parasit bercendawan.
manakala hujan tiba
menyalami tangan-tangan cuaca, memeluk sepasang kekasih yang duduk berdua di
taman kota, dan mengelus kepala penjaja es keliling yang beku di simpang jalan
dan aku mengenang baju-baju yang habis dicuci ibu, disampirkannya di tempat
pengeringan itu. mendengar ibu berdoa agar hujan tak turun. sebab baju-baju tak
bisa dipakai selagi masih menyimpan air di serat-serat kainnya. ibu, teramat
mencintai matahari. maka ketika hujan turun ia hanya mampu mengingat bagaimana
pendar keemasannya menyerap air di kain baju.
aku mengenang debu yang
hinggap di mata, di lipatan badan, atau di ranah-ranah sekitar rumah: lantai
dan sela-sela jendela, kursi dan menebal di bawah meja. usai hujan ini, aku
hanya bisa mengenang bagaimana tanah gersang, retakannya yang mengakar telah
terisi doa-doa para penanti hujan.
2013
Sunyi Panggung
selebihnya hanya ada papan
yang disunggi pada ketinggian tak seberapa
alat musik : drum sepi
kehilangan hentakannya, gitar yang ditinggalkan pemetiknya, microphone haru
tanpa suara, dan speaker yang tak lagi liar mengantar renjana
spanduk melambaikan
pelawa, kesiur angin jadi tangan di tubuhnya
namun panggung itu kian
menjelma sunyi, serupa nisan diam yang mengandung tubuh si mati
mengasingkan diri dari
fana janji-janji
tak ada celoteh jenaka
pembawa acara, sangsai goyang biduan, atau rentetan sambutan menjemukan
sebab hanya ada papan yang
disunggi pada ketinggian tak seberapa
beratap seng dan
pertunjukan tanpa orang
dan kehilangan penontonnya
2013
0 komentar:
Posting Komentar