Patahan Puisi yang Berserak di Tubuhmu
Patahan Puisi yang Berserak di Tubuhmu
: Jalan Kusuma Bangsa
1/
kukira orang-orang lebih memilih kesunyian
sebagai sesuatu hal yang patut dicita-citakan
daripada kerlap lampu kendaraan, bising klakson
juga umpatan-umpatan yang rapat menyesak di sepanjang jalan
“yang datang beriringan, tanpa mengenal, tapi saling ingin mengakhirkan ...”
katamu, ketika pagi dan sore hinggap di tubuhmu
2/
setiap hujan, mungkin kau seumpama tetua yang menyadarkanku
ihwal seberapa penting menjamu tamu
lihat saja, kau biarkan hujan berlama-lama menetap di tubuhmu
bermain-main di becek comberan, menyentuhi pelataran gedung-gedung
juga tiduran di lantai rumahmu yang beraspal legam -- mengisyaratkan kehidupan terlalu muram
3/
selain kepada hujan, kepada siapa lagi kau bermurah kalbu?
mungkin kepada sampah yang mengubur ingatan tentang seberapa elok
jalan-jalan asri dan membahagiakan, atau kepada gedung-gedung pongah yang menjejalimu
dengan janji-janji
juga kepada liang lahat pohon-pohon yang kau epitafkan dengan kata abai dan tak peduli
tapi, mau sampai kapan kau bersenang-senang
dalam muslihat waktu dan hujan
yang lama-lama akan mengajakmu
menemui ketiadaan menyakitkan?
2013
0 komentar:
Posting Komentar