Puisi: Kerinduan Ayah
Kerinduan Ayah
Kurnia Hidayat
Harusnya kuceritakan sejak dulu, betapa aku pura-pura bosan tentang
Kerlip bintang yang sedari kecilku kau tunjuk sebagai cita-citaku dimasa datang
Uban yang kini rajin berbiak di rambutmu
Menyadarkanku bahwa
Sebanyak itulah kau biakkan sayangmu
Dalam satu demi satu nama yang silih berganti hari
Mengurangi usiamu
Bukan hanya itu
Mataku menelusur jauh
Gurat kerut meliput laramu
Menjelma saksi : kau tak lagi garang, lari menghadang badai, berperang lawan pedih
Dalam fana
Namun, ada satu yang masih setia huni gengamanmu
Rindumu adalah penantian
Pucuk cemara lembut, jingkat kaki kecil, atau beragam rupa rasa gulali
Lindap dalam bayangmu
“Aku tak ubahnya gadis kecil yang berlarian di bawah naungan senja
Lantas ceriaku, ceriamu, tuntunku dalam pelukmu...”
Oh, Ayah
Kadang sulit kusadari
Sayang yang kau jelmakan embun tak ubahnya kenang yang coba kau ulang
Memutar balik rasa, coba kau samai dengan kasih yang pernah kau kecap
Layang-layang, kembang api, mobil cahaya, atau selembar buku gambar tua
:Izinkan aku jadi harapmu
Batang, 3 Oktober 2011
*Untuk Ayahku yang tak mengurangi kasihnya
Meski anaknya telah beranjak dewasa
NB: Puisi ini kubuat waktu mengikuti lomba puisi Rumah Pena. Walaupun nggak menang, yang pasti aku suka puisi ini.
0 komentar:
Posting Komentar